Ra, Kau tahu?
Kawan akrabku yang satu itu selalu
mengagumimu, memujamu. Dia adalah sosok yang menurutku bodoh, polos dan terlalu
jujur. Terkadang berangan-angan tinggi seperti yang ia lakukan bagiku amat
lucu. Angan serupa angin yang kuyakini tak mungkin bisa di genggam dan ia
menjadikan itu satu patokan untuk mematuk-matuk harap yang ia inginkan, termasuk
untuk mencintaimu Ra.
Ra, kawanku itu
Selalu saja jika di dekatku
membicarakanmu, bagaimana cara menarik perhatianmu, berkenalan denganmu hingga
sekedar memberi salam kepadamu. Ia tak pernah bisa dan tak berani secara
langsung datang kepadamu. Aku tahu itu karena ia adalah sosok penakut akut yang
tak mengerti apa itu percaya diri jika berhadapan dengan seorang wanita,
apalagi dengan orang yang ditaksirnya sepertimu. “Kau tahu mengapa?” karena
sejak dulu ia tak pernah akrab dengan wanita. sedari kecil ia tak mempunyai
ibu. Aku tahu ini karena kami sudah menjadi kawan karib dari sekolah dasar
hingga sekarang, mungkin itulah yang menyebabkan ia sedikit kaku dan terlalu
dingin jika didekat wanita. Ia tak pernah berbicara dengan wanita barang
sejenak. Tapi sejak masa pendewasaan seperti sekarang ini, perubahan dimulai
dan dia suka membicarakan wanita. Aneh, aku saja merasa aneh. Katanya ia ingin
membuat sayap terindah untuk wanita yang disukainya, yaitu kamu.
Ra, aku tak menyangkal
Bahwa kami pemuda-pemuda bodoh yang
tak mengerti apa itu cinta, kami hanyalah pejalan kehidupan yang tak punya
mimpi. Tapi sejak kawanku itu ingin mewujudkan mimpinya untuk membuat sayap
yang dipersembahkannya kepadamu. Aku yakin bahwa angan tak lagi serupa angin
Ra, angan sekarang bagiku adalah tangan tuhan. Yang maha pemberi rezeki dan
setelah berusaha kesekian kali tangan itu akan mengusap rambutku dengan kasih
bahwa tak ada yang tak mungkin di dunia ini. aku meyakini itu karena aku
berharap sampai saat ini kawanku dapat meraihmu dengan bantuan tak lain tak
bukan adalah angan, tangan tuhan.
Ra, kau mengubahnya
Kami
yakin bahwa wanita sepertimu adalah sosok bidadari, Mau tak mau kau adalah
tujuannya Ra, sosok motivator kekal yang membayang di otaknya. Tak perlu kata,
apalagi berbicara, kau sudah mengubahnya Ra.
Kau ingin tahu bagaimana cara kami
untuk membuat sayap...
Kami mengumpulkannya dari bulu-bulu
burung yang tercecer di bumi Ra, setiap bulu yang kami temui di kota ini kami
pungut untuk membantu kawan terbaikku itu, kami senang karena ia selalu
tersenyum berterima kasih kepada kami, ia terlalu mengharapkanmu Ra, dan ini
hanya untuk dipersembahkannya kepadamu. Berjuta-juta bulu dari beratus-ratus
burung di kota ini kami cari. Kami telaten mengumpulkannya demi mimpi besar
ini, bahkan sampai meminta-minta kepada pemelihara burung hingga toko hewan.
Mulai bulu burung Gereja, bulu burung Walet, Merpati, Dara, Jalak, Elang, Gagak
hingga bulu-bulu burung lainnya yang sudah berserak dan tak terpakai kami ambil
untuk dijahit olehnya. Kawanku dengan mimpi besarnya
Dan kau tahu.
Ia menjahitnya dengan susah payah
Ra, bukan persoalan mudah merangkai berjuta bulu yang berbeda tuan untuk
dijahit menjadi sebuah sayap. Bulu burung Gereja ia jahit di pangkal sayap,
bulu Merpati ditengah, bulu Elang dipinggir memberi kesan gagah. Bulu-bulu
burung lain dijahit di semua sisi penyeimbang warna. semuanya dirangkai menjadi
paduan serasi Ra, seperti batik otentik yang hanya dibuat oleh ia, seniman
sayap bulu burung, kami memanggilnya. Sayap itu menjadi ikonik seperti lukisan
tuhan yang hanya dipersembahkan untuk satu orang, kepadamu. Diakhiri menjahit
bulu Gagak disekitar ujung sayap. Akhirnya ia memakainya di punggungnya untuk
terbang dengan lincah nan indah.
Dia terbang Ra, dengan mengepak-ngepakkan
sayapnya yang indah meliuk di angkasa, dia menyampaikan rasa terima kasih
kepada kami dengan menggores awan mengukir nama-nama kami. Kami seperti
pahlawan yang patut dikenang, seperti dimana perayaan ulang tahun di negara
maju dengan menuliskan kata pembangkit semangat yang diukir dari asap pesawat
jet tempur. Kami menjadi tulisan utama dilangit kota kami. Pahlawan pengumpul
bulu burung. Ukiran nama yang tak abadi tapi menggenang banyak kenangan ini tak
bisa dilupakan. Ini keberhasilan kami Ra, kesuksesannya bisa terbang kelangit
berkat kerja keras kami dan dia. Begitu memukau, impian yang begitu silau itu
menjadi nyata.
Tapi sayang, ukiran nama kami yang
menyebabkan ia tak dapat menemuimu Ra, ini menjadi penyebab ia dilihat oleh
banyak orang di seluruh penjuru kota. Sehingga ia menjadi target utama para
pemburu. Ia menjadi buronan kelas wahid yang seharusnya sebentar lagi akan mati
karena ditembaki oleh senapan angin, pistol, hingga panah-panah beracun. Dia
kabur Ra, meninggalkan kami untuk menyelamatkan diri, termasuk lari darimu.
Kota ini tak aman lagi.
Setelah itu apa yang terjadi, kami
juga diburu oleh pemburu Ra, karena nama kami tertera dilangit. Kami dianggap
sebagai tuan dari kawan kami sendiri. ia dikatakan hewan langka, bapak dari
berjuta-juta burung didunia. Gara-gara itu kami terpisah dengannya Ra, kami juga
bersembunyi agar luput dari peristiwa beberapa menit tadi. Kami berlari dan
apadaya akhirnya kami kalah dan ditangkap, kami tak bisa meloloskan diri,
setiap orang di penjuru kota bekerjasama untuk menangkap kami. Kami dijadikan
sandera dan diarak ketengah kota, dipajang berderet terikat hanya untuk
dijadikan umpan agar bapak dari berjuta-juta burung itu datang kapada kami. Ya
tak dinyana kawan kami sendiri.
Kami
ditanyai beribu pertanyaan dari penduduk kota ini Ra, kami ketakutan alang
kepalang. Kami tak mampu untuk memberikan penjelasan kepada mereka karena kami
tak ingin cita-cita kawan kami sia-sia. siapa yang memelihara hewan indah itu?,
dimana dia tinggal?, bagaimana cara menangkapnya tanpa dibunuh adalah beberapa
jenis pertanyaan yang menusuk kuping kami. kami seperti teroris yang akan
dihukum gantung jika tidak menceritakan secara pasti dan benar. Mereka menyiksa
kami hanya untuk mengetahui seluk beluk kawan tercinta kami yang bukan hewan
buruan. Ini aneh Ra, mereka memukul kami karena kami tak mau memberikan jawaban.
Akhirnya salah satu kawanku menyerah diam dan membuka mulut, ketika dijelaskan
secara gamblang, mereka tak percaya.
***
Setelah
itu Ra, kau tahu
Beberapa
jam setelah kami disiksa ia datang lagi ke kota untuk membebaskan kami. Ada
pertarungan sengit dikota kami. Seluruh penduduk berusaha menangkapnya, tapi ia
terus menghindar, meliuk, berputar mengelak dari beribu peluru, beratus-ratus
panah hingga berpuluh-puluh jaring. Cepat dan tangkas ia memutuskan ikatan tali
yang terikat ditangan kami, menyuruh kami naik dipunggungnya dan lari terbang
dari kota tercinta ini.
Kami
terlalu berat Ra, 3 orang menaiki satu tubuh metarmofosis manusia berefek pada
tubuh yang menopang, seseorang yang akan selalu mencintaimu walau nyatanya tak
pernah ia ungkapkan kepadamu. Kami merasa menemukan kawan abadi Ra, kawan yang
sekali ditemukan seumur hidup. Kawan yang begitu mempesona hati kami. Kami
terbang Ra walau cuma sejenak, begitu rupawan rupanya bumi jika dilihat dari
atas. Begitu mempesona, kami seperti dibawa oleh malaikat menuju langit surga.
Tapi apadaya karena ketidakmampuan temanku membawa kami terbang jauh, kami
istirahat dibukit Serontang. Bukit kota kecil kami. Disana kami bercanda
berempat, mungkin terakhir kali karena setelah ini kami akan terpisah oleh
kejadian yang tak diduga.
Penduduk
kota kami begitu cepat mengetahui letak kami bersembunyi, diantara kami harus
ada yang berkorban. Dua kawanku yang pernah terikat di pusat kota bersedia
dengan ikhlas untuk menjadi umpan pengalih perhatian demi keselamatan kawannya.
kami berdua terbang Ra dan dua teman lainnya tetap di bukit Serontang. Itu
menjadi satu strategi kami untuk mengelabui para pemburu yang memburu teman
kami. Aku diajak kawanku terbang cukup tinggi Ra. Kau mau tahu apa yang ia bicarakan
kepadaku.
“mimpi
kita sudah tercapai Tan. Apalagi mimpiku untuk membuat sayap terindah di dunia,
dengan sayap ini aku merasa aku bisa mengungkapkan sedikit yang ingin
kusampaikan padanya. Tan aku mencintainya. Lawan jenis itu terkadang manis
seperti semangka. Ah. entah kenapa aku ingin sekali saja menyapanya” Itulah
sedikit kalimat yang kuingat Ra, kalimat yang mengundang tawa ini sekaligus
menjadi akhir ia berbicara karena tanpa disangka kami kena tembak Ra, salahnya
kami terlalu asik mengobrol dan tak waspada dengan orang-orang yang sedang
mengejar kami. Selongsong peluru itu langsung melubangi dada kawanku sehingga
membuat ia tak sadarkan diri dan terbang merendah. Kami tersungkur sebelum sampai
keluar kota. Penduduk begitu bernafsu memburu kawanku, sejadinya aku menangis
ketika kami sudah ditanah, ia tak mampu lagi berbicara dan sekilas tersenyum
kepadaku lalu nyawanya menghilang.
Apa
yang harus kulakukan...
Itulah saat tergenting dalam hidup
ini yang kualami dan kau mau tahu apa yang kulakukan untuknya.
Aku tak ingin impian kawanku sia-sia,
aku tak ingin ia mati sia-sia dan aku tak mau kejadian ini menjadi hal yang sia-sia
seperti kebanyakan kehidupan manusia. aku meninggalkan kawanku Ra dan mengambil
sayapnya. Aku memasang sayap ini di punggungku, aku akan terbang demi dia.
Setelah itu aku mengepak-ngepakkan sayapku perlahan tapi pasti ke atas langit
dan berharap jadi lucifer, bukan sekedar bapak dari burung-burung di dunia. Aku
mengangkat tanganku dan menyembunyikan matahari di belakang punggungku. Cahaya
matahari yang bias mengelilingi tubuhku dan seakan aku adalah malaikat pembawa
berita gembira, kau juga pasti melihat ini. seluruh kota melihat ini. mereka
terlihat merasa bersalah dan tunduk kepadaku, kata-kata yang mereka ucapkan
terdengar di telingaku.
“Itu
bukan burung, itu malaikat.”
“Malaikat,
ampuni kami”
“Makmurkan
negeri kami”
“Kami mohon ampuni dosa kami”
Kata-kata penduduk itu terdengar sangat
munafik Ra, mereka memuji ketika mereka melihat suatu hal itu menjadi besar, ketika
kawanku jadi burung yang hanya ingin menyampaikan salam, mereka memburu dan
ingin membunuhnya. Apa yang salah dari menggenapi mimpi. Apa mereka tak setuju?
Dadaku berkecamuk dengan lara dan duka
Ra, aku bukan malaikat, aku merasa aku adalah lucifer. Iblis yang jatuh dari
langit, dari surga. Sebenarnya aku ingin menghakimi mereka tapi aku tak dapat
melakukan ini demi kawanku, aku tak pantas untuk melakukan itu karena kawanku.
Sang pemimpi nomor wahid di kota ini. kota ini sudah busuk, penuh dengan tindak
tanduk perilaku manusia yang serupa hewan, saling menerkam satu sama lain demi
menjaga posisi atau hanya ingin menjadi orang kaya. Manusia itu terkadang
sangat aneh Ra, mereka bahkan bisa menyamai perilaku makhluk kasat mata. Mereka
bisa saling menghancurkan sesama manusia, kita juga juga termasuk didalamnya
Aku mengerti bahwa penduduk takut dengan
kekuasaan, takut dengan yang maha tinggi setelah aku melakukan cara seperti ini
mereka terlihat ketakutan. Tujuanku seperti ini untuk melindungi temanku dan
menyadarkan mereka. Bukan ingin menjadi seorang nabi bahkan malaikat. Aku benar
tak mampu dan tak akan mau. Akhirnya aku berinisiatif untuk kembali ketempat
dimana orang yang mencintaimu meninggal dunia, aku mengangkat tubuh kawanku
dengan gelimang air mata dan langsung menuju tengah kota untuk menaruh dia
disana. Aku menutupi wajahku, mengubah gaya penampilanku yang sangat berbeda
dari saat ditangkap dan menunduk agar mereka tidak mengenalku Ra, sedikit aku
mengintip dan melihat ada wajahmu disana Ra, orang yang dicintainya yang penuh
kekaguman memandangku, yang penuh harapan melihatku. Aku pun langsung melesat
ke angkasa. Menuju langit. Setelah itu kau dan para penduduk tak melihat
malaikat lagi kan, malaikat itu sudah pergi jauh meniggalkan kalian, malaikat yang
pernah kalian buru karena disangka bapak dari berjuta burung di bumi yang terus
mengepak dan beterbangan.
***
Setelah itu aku berkumpul dengan dua
kawanku lagi yang ternyata tak ditemukan penduduk ketika kami berpisah, dua
kawanku bersembunyi ketika aku berubah jadi lucifer dan dianggap malaikat
dilangit, dua kawanku mengira bahwa yang terbang adalah orang yang mengagumimu
dan punya rencana cadangan lain, padahal itu aku Ra. Sosok yang selalu memujamu
sudah meninggal dunia meninggalkan berjuta kenangan di benak kami. Sekarang
kami merasa aman bertiga hidup dikota ini tanpa dikejar-kejar lagi oleh mereka.
Semuanya kembali seperti kehidupan semula, “begitukah ketika kita mati nanti ya
Ra?”, tidak ada yang berubah di dunia ketika kita telah menghilang dari
peredaran dunia. Toh kematian kawanku hanya membekas pada kami. Tidak ada orang
lain yang begitu sedih seperti kami saat ini. apakah ketika kau membaca ini kau
akan sedih kehilangannya, aku tak tahu dan aku tak menjamin itu.
Ra kuberitahukan kepadamu sosok itu
Namanya kawanku yang mati dan terus
memujamu adalah Ahab. Nama yang indah dan patut kau kenang walau sampai saat
ini mungkin kau tak akan mengenalnya. Aku hanya berkeyakinan kau tahu kan sosok
mayat yang kubawa ditengah kota pada saat aku jadi malaikat, itulah sosok orang
yang mengagumimu selama ini. seorang lelaki berkulit sawo matang, hidung lancip
seperti paruh burung, dan berkepribadian menawan. Ya setidaknya mampu menawan
hati kami.
Ialah sosok yang menjahit Berjuta-juta
bulu dari beratus-ratus burung yang ada di bumi untuk dipersembahkannya kepadamu.
Impiannya sederhana, hanya ingin bisa terbang kelantai 2 rumahmu pada hari ini.
hari dimana kau berulang tahun. Ia berkhayal
pada saat itu untuk mengucapkan salam ketika kau bangun pagi-pagi dan
memberikan hadiah kecil kepadamu. Kami meminta maaf sebesar-besarnya kepadamu karena
terlalu girangnya ketika sayap itu telah jadi, ia terbang tinggi ke langit dan
mengukir nama kami sebagai cara untuk berterima kasih dan menjadi sebab awalnya
petaka ini, hingga akhirnya ia mati dengan senyum yang belum tuntas. Kami tak
pernah membayangkan kejadian buruk seperti ini. Ayahmu pun yang kutahu meninggal
dunia bunuh diri satu hari kemudian karena
ternyata ayahmu lah yang menembak kawanku itu, sosok yang mencintaimu. aku tahu
ini dari kawanku. Ayahmu mungkin merasa berdosa membunuh manusia yang tak
dinyana tak akan jadi malaikat. Maafkan kami Ra. Kawanku bukan malaikat, perlu
kau ingat kawanku cuma manusia.
Kami minta maaf atas kelalaian kami atas
kematian ayahmu dan kami juga meminta maaf atas kelalaian teman kami yang hanya
ingin menyapamu. Mungkin bantuan kami ini adalah satu contoh bantuan terbusuk
di dunia karena acapkali manusia tak perlu terbang jika hanya memberikan salam
dan kado kecil sebagai tanda cinta. mencintai itu suatu kesalahan atau bukan
kau yang menentukannya Ra. surat ini juga tanda secara tak langsung kami
meminta maaf kepadamu karena kami tak ingin hidup dan meninggal nanti dengan
penuh penyesalan.
MAAFKAN KAMI RA, semoga kau membaca
surat ini, yang kami kirimkan tepat di hari ulang tahunmu bersama berjuta-juta
bulu dari beratus-ratus burung yang sudah tak jadi sayap lagi karena kami tak
ingin kau untuk terbang Ra, Bulu ini adalah bekas sayap dari orang yang
mengagumimu. Bekas sayap yang membunuh ayahmu.
Mau kau rakit dan jahit kembali atau kau
bakar berjuta-juta bulu dari beratus-ratus burung ini adalah keputusanmu
sendiri Ra... sebagaimana kau meyakini cinta. Sebagaimana kau meyakini hatimu
sendiri....
Lubuklinggau Ekpress
Diko
Hartan 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar