Selasa, 12 Januari 2016

Bulu Malaikat.

                  Ra, Kau tahu?
            Kawan akrabku yang satu itu selalu mengagumimu, memujamu. Dia adalah sosok yang menurutku bodoh, polos dan terlalu jujur. Terkadang berangan-angan tinggi seperti yang ia lakukan bagiku amat lucu. Angan serupa angin yang kuyakini tak mungkin bisa di genggam dan ia menjadikan itu satu patokan untuk mematuk-matuk harap yang ia inginkan, termasuk untuk mencintaimu Ra.
            Ra, kawanku itu
            Selalu saja jika di dekatku membicarakanmu, bagaimana cara menarik perhatianmu, berkenalan denganmu hingga sekedar memberi salam kepadamu. Ia tak pernah bisa dan tak berani secara langsung datang kepadamu. Aku tahu itu karena ia adalah sosok penakut akut yang tak mengerti apa itu percaya diri jika berhadapan dengan seorang wanita, apalagi dengan orang yang ditaksirnya sepertimu. “Kau tahu mengapa?” karena sejak dulu ia tak pernah akrab dengan wanita. sedari kecil ia tak mempunyai ibu. Aku tahu ini karena kami sudah menjadi kawan karib dari sekolah dasar hingga sekarang, mungkin itulah yang menyebabkan ia sedikit kaku dan terlalu dingin jika didekat wanita. Ia tak pernah berbicara dengan wanita barang sejenak. Tapi sejak masa pendewasaan seperti sekarang ini, perubahan dimulai dan dia suka membicarakan wanita. Aneh, aku saja merasa aneh. Katanya ia ingin membuat sayap terindah untuk wanita yang disukainya, yaitu kamu.
            Ra, aku tak menyangkal
            Bahwa kami pemuda-pemuda bodoh yang tak mengerti apa itu cinta, kami hanyalah pejalan kehidupan yang tak punya mimpi. Tapi sejak kawanku itu ingin mewujudkan mimpinya untuk membuat sayap yang dipersembahkannya kepadamu. Aku yakin bahwa angan tak lagi serupa angin Ra, angan sekarang bagiku adalah tangan tuhan. Yang maha pemberi rezeki dan setelah berusaha kesekian kali tangan itu akan mengusap rambutku dengan kasih bahwa tak ada yang tak mungkin di dunia ini. aku meyakini itu karena aku berharap sampai saat ini kawanku dapat meraihmu dengan bantuan tak lain tak bukan adalah angan, tangan tuhan.

            Ra, kau mengubahnya
Kami yakin bahwa wanita sepertimu adalah sosok bidadari, Mau tak mau kau adalah tujuannya Ra, sosok motivator kekal yang membayang di otaknya. Tak perlu kata, apalagi berbicara, kau sudah mengubahnya Ra.
            Kau ingin tahu bagaimana cara kami untuk membuat sayap...
            Kami mengumpulkannya dari bulu-bulu burung yang tercecer di bumi Ra, setiap bulu yang kami temui di kota ini kami pungut untuk membantu kawan terbaikku itu, kami senang karena ia selalu tersenyum berterima kasih kepada kami, ia terlalu mengharapkanmu Ra, dan ini hanya untuk dipersembahkannya kepadamu. Berjuta-juta bulu dari beratus-ratus burung di kota ini kami cari. Kami telaten mengumpulkannya demi mimpi besar ini, bahkan sampai meminta-minta kepada pemelihara burung hingga toko hewan. Mulai bulu burung Gereja, bulu burung Walet, Merpati, Dara, Jalak, Elang, Gagak hingga bulu-bulu burung lainnya yang sudah berserak dan tak terpakai kami ambil untuk dijahit olehnya. Kawanku dengan mimpi besarnya
            Dan kau tahu.
            Ia menjahitnya dengan susah payah Ra, bukan persoalan mudah merangkai berjuta bulu yang berbeda tuan untuk dijahit menjadi sebuah sayap. Bulu burung Gereja ia jahit di pangkal sayap, bulu Merpati ditengah, bulu Elang dipinggir memberi kesan gagah. Bulu-bulu burung lain dijahit di semua sisi penyeimbang warna. semuanya dirangkai menjadi paduan serasi Ra, seperti batik otentik yang hanya dibuat oleh ia, seniman sayap bulu burung, kami memanggilnya. Sayap itu menjadi ikonik seperti lukisan tuhan yang hanya dipersembahkan untuk satu orang, kepadamu. Diakhiri menjahit bulu Gagak disekitar ujung sayap. Akhirnya ia memakainya di punggungnya untuk terbang dengan lincah nan indah.
            Dia terbang Ra, dengan mengepak-ngepakkan sayapnya yang indah meliuk di angkasa, dia menyampaikan rasa terima kasih kepada kami dengan menggores awan mengukir nama-nama kami. Kami seperti pahlawan yang patut dikenang, seperti dimana perayaan ulang tahun di negara maju dengan menuliskan kata pembangkit semangat yang diukir dari asap pesawat jet tempur. Kami menjadi tulisan utama dilangit kota kami. Pahlawan pengumpul bulu burung. Ukiran nama yang tak abadi tapi menggenang banyak kenangan ini tak bisa dilupakan. Ini keberhasilan kami Ra, kesuksesannya bisa terbang kelangit berkat kerja keras kami dan dia. Begitu memukau, impian yang begitu silau itu menjadi nyata.
            Tapi sayang, ukiran nama kami yang menyebabkan ia tak dapat menemuimu Ra, ini menjadi penyebab ia dilihat oleh banyak orang di seluruh penjuru kota. Sehingga ia menjadi target utama para pemburu. Ia menjadi buronan kelas wahid yang seharusnya sebentar lagi akan mati karena ditembaki oleh senapan angin, pistol, hingga panah-panah beracun. Dia kabur Ra, meninggalkan kami untuk menyelamatkan diri, termasuk lari darimu. Kota ini tak aman lagi.
            Setelah itu apa yang terjadi, kami juga diburu oleh pemburu Ra, karena nama kami tertera dilangit. Kami dianggap sebagai tuan dari kawan kami sendiri. ia dikatakan hewan langka, bapak dari berjuta-juta burung didunia. Gara-gara itu kami terpisah dengannya Ra, kami juga bersembunyi agar luput dari peristiwa beberapa menit tadi. Kami berlari dan apadaya akhirnya kami kalah dan ditangkap, kami tak bisa meloloskan diri, setiap orang di penjuru kota bekerjasama untuk menangkap kami. Kami dijadikan sandera dan diarak ketengah kota, dipajang berderet terikat hanya untuk dijadikan umpan agar bapak dari berjuta-juta burung itu datang kapada kami. Ya tak dinyana kawan kami sendiri.
Kami ditanyai beribu pertanyaan dari penduduk kota ini Ra, kami ketakutan alang kepalang. Kami tak mampu untuk memberikan penjelasan kepada mereka karena kami tak ingin cita-cita kawan kami sia-sia. siapa yang memelihara hewan indah itu?, dimana dia tinggal?, bagaimana cara menangkapnya tanpa dibunuh adalah beberapa jenis pertanyaan yang menusuk kuping kami. kami seperti teroris yang akan dihukum gantung jika tidak menceritakan secara pasti dan benar. Mereka menyiksa kami hanya untuk mengetahui seluk beluk kawan tercinta kami yang bukan hewan buruan. Ini aneh Ra, mereka memukul kami karena kami tak mau memberikan jawaban. Akhirnya salah satu kawanku menyerah diam dan membuka mulut, ketika dijelaskan secara gamblang, mereka tak percaya.
***
Setelah itu Ra, kau tahu
Beberapa jam setelah kami disiksa ia datang lagi ke kota untuk membebaskan kami. Ada pertarungan sengit dikota kami. Seluruh penduduk berusaha menangkapnya, tapi ia terus menghindar, meliuk, berputar mengelak dari beribu peluru, beratus-ratus panah hingga berpuluh-puluh jaring. Cepat dan tangkas ia memutuskan ikatan tali yang terikat ditangan kami, menyuruh kami naik dipunggungnya dan lari terbang dari kota tercinta ini.
Kami terlalu berat Ra, 3 orang menaiki satu tubuh metarmofosis manusia berefek pada tubuh yang menopang, seseorang yang akan selalu mencintaimu walau nyatanya tak pernah ia ungkapkan kepadamu. Kami merasa menemukan kawan abadi Ra, kawan yang sekali ditemukan seumur hidup. Kawan yang begitu mempesona hati kami. Kami terbang Ra walau cuma sejenak, begitu rupawan rupanya bumi jika dilihat dari atas. Begitu mempesona, kami seperti dibawa oleh malaikat menuju langit surga. Tapi apadaya karena ketidakmampuan temanku membawa kami terbang jauh, kami istirahat dibukit Serontang. Bukit kota kecil kami. Disana kami bercanda berempat, mungkin terakhir kali karena setelah ini kami akan terpisah oleh kejadian yang tak diduga.
Penduduk kota kami begitu cepat mengetahui letak kami bersembunyi, diantara kami harus ada yang berkorban. Dua kawanku yang pernah terikat di pusat kota bersedia dengan ikhlas untuk menjadi umpan pengalih perhatian demi keselamatan kawannya. kami berdua terbang Ra dan dua teman lainnya tetap di bukit Serontang. Itu menjadi satu strategi kami untuk mengelabui para pemburu yang memburu teman kami. Aku diajak kawanku terbang cukup tinggi Ra. Kau mau tahu apa yang ia bicarakan kepadaku.
“mimpi kita sudah tercapai Tan. Apalagi mimpiku untuk membuat sayap terindah di dunia, dengan sayap ini aku merasa aku bisa mengungkapkan sedikit yang ingin kusampaikan padanya. Tan aku mencintainya. Lawan jenis itu terkadang manis seperti semangka. Ah. entah kenapa aku ingin sekali saja menyapanya” Itulah sedikit kalimat yang kuingat Ra, kalimat yang mengundang tawa ini sekaligus menjadi akhir ia berbicara karena tanpa disangka kami kena tembak Ra, salahnya kami terlalu asik mengobrol dan tak waspada dengan orang-orang yang sedang mengejar kami. Selongsong peluru itu langsung melubangi dada kawanku sehingga membuat ia tak sadarkan diri dan terbang merendah. Kami tersungkur sebelum sampai keluar kota. Penduduk begitu bernafsu memburu kawanku, sejadinya aku menangis ketika kami sudah ditanah, ia tak mampu lagi berbicara dan sekilas tersenyum kepadaku lalu nyawanya menghilang.
Apa yang harus kulakukan...
            Itulah saat tergenting dalam hidup ini yang kualami dan kau mau tahu apa yang kulakukan untuknya.
            Aku tak ingin impian kawanku sia-sia, aku tak ingin ia mati sia-sia dan aku tak mau kejadian ini menjadi hal yang sia-sia seperti kebanyakan kehidupan manusia. aku meninggalkan kawanku Ra dan mengambil sayapnya. Aku memasang sayap ini di punggungku, aku akan terbang demi dia. Setelah itu aku mengepak-ngepakkan sayapku perlahan tapi pasti ke atas langit dan berharap jadi lucifer, bukan sekedar bapak dari burung-burung di dunia. Aku mengangkat tanganku dan menyembunyikan matahari di belakang punggungku. Cahaya matahari yang bias mengelilingi tubuhku dan seakan aku adalah malaikat pembawa berita gembira, kau juga pasti melihat ini. seluruh kota melihat ini. mereka terlihat merasa bersalah dan tunduk kepadaku, kata-kata yang mereka ucapkan terdengar di telingaku.
“Itu bukan burung, itu malaikat.”
“Malaikat, ampuni kami”
“Makmurkan negeri kami”
“Kami mohon ampuni dosa kami”              
Kata-kata penduduk itu terdengar sangat munafik Ra, mereka memuji ketika mereka melihat suatu hal itu menjadi besar, ketika kawanku jadi burung yang hanya ingin menyampaikan salam, mereka memburu dan ingin membunuhnya. Apa yang salah dari menggenapi mimpi. Apa mereka tak setuju?
Dadaku berkecamuk dengan lara dan duka Ra, aku bukan malaikat, aku merasa aku adalah lucifer. Iblis yang jatuh dari langit, dari surga. Sebenarnya aku ingin menghakimi mereka tapi aku tak dapat melakukan ini demi kawanku, aku tak pantas untuk melakukan itu karena kawanku. Sang pemimpi nomor wahid di kota ini. kota ini sudah busuk, penuh dengan tindak tanduk perilaku manusia yang serupa hewan, saling menerkam satu sama lain demi menjaga posisi atau hanya ingin menjadi orang kaya. Manusia itu terkadang sangat aneh Ra, mereka bahkan bisa menyamai perilaku makhluk kasat mata. Mereka bisa saling menghancurkan sesama manusia, kita juga juga termasuk didalamnya
Aku mengerti bahwa penduduk takut dengan kekuasaan, takut dengan yang maha tinggi setelah aku melakukan cara seperti ini mereka terlihat ketakutan. Tujuanku seperti ini untuk melindungi temanku dan menyadarkan mereka. Bukan ingin menjadi seorang nabi bahkan malaikat. Aku benar tak mampu dan tak akan mau. Akhirnya aku berinisiatif untuk kembali ketempat dimana orang yang mencintaimu meninggal dunia, aku mengangkat tubuh kawanku dengan gelimang air mata dan langsung menuju tengah kota untuk menaruh dia disana. Aku menutupi wajahku, mengubah gaya penampilanku yang sangat berbeda dari saat ditangkap dan menunduk agar mereka tidak mengenalku Ra, sedikit aku mengintip dan melihat ada wajahmu disana Ra, orang yang dicintainya yang penuh kekaguman memandangku, yang penuh harapan melihatku. Aku pun langsung melesat ke angkasa. Menuju langit. Setelah itu kau dan para penduduk tak melihat malaikat lagi kan, malaikat itu sudah pergi jauh meniggalkan kalian, malaikat yang pernah kalian buru karena disangka bapak dari berjuta burung di bumi yang terus mengepak dan beterbangan.
***
Setelah itu aku berkumpul dengan dua kawanku lagi yang ternyata tak ditemukan penduduk ketika kami berpisah, dua kawanku bersembunyi ketika aku berubah jadi lucifer dan dianggap malaikat dilangit, dua kawanku mengira bahwa yang terbang adalah orang yang mengagumimu dan punya rencana cadangan lain, padahal itu aku Ra. Sosok yang selalu memujamu sudah meninggal dunia meninggalkan berjuta kenangan di benak kami. Sekarang kami merasa aman bertiga hidup dikota ini tanpa dikejar-kejar lagi oleh mereka. Semuanya kembali seperti kehidupan semula, “begitukah ketika kita mati nanti ya Ra?”, tidak ada yang berubah di dunia ketika kita telah menghilang dari peredaran dunia. Toh kematian kawanku hanya membekas pada kami. Tidak ada orang lain yang begitu sedih seperti kami saat ini. apakah ketika kau membaca ini kau akan sedih kehilangannya, aku tak tahu dan aku tak menjamin itu.
Ra kuberitahukan kepadamu sosok itu
Namanya kawanku yang mati dan terus memujamu adalah Ahab. Nama yang indah dan patut kau kenang walau sampai saat ini mungkin kau tak akan mengenalnya. Aku hanya berkeyakinan kau tahu kan sosok mayat yang kubawa ditengah kota pada saat aku jadi malaikat, itulah sosok orang yang mengagumimu selama ini. seorang lelaki berkulit sawo matang, hidung lancip seperti paruh burung, dan berkepribadian menawan. Ya setidaknya mampu menawan hati kami.
Ialah sosok yang menjahit Berjuta-juta bulu dari beratus-ratus burung yang ada di bumi untuk dipersembahkannya kepadamu. Impiannya sederhana, hanya ingin bisa terbang kelantai 2 rumahmu pada hari ini. hari dimana kau  berulang tahun. Ia berkhayal pada saat itu untuk mengucapkan salam ketika kau bangun pagi-pagi dan memberikan hadiah kecil kepadamu. Kami meminta maaf sebesar-besarnya kepadamu karena terlalu girangnya ketika sayap itu telah jadi, ia terbang tinggi ke langit dan mengukir nama kami sebagai cara untuk berterima kasih dan menjadi sebab awalnya petaka ini, hingga akhirnya ia mati dengan senyum yang belum tuntas. Kami tak pernah membayangkan kejadian buruk seperti ini. Ayahmu pun yang kutahu meninggal dunia bunuh diri  satu hari kemudian karena ternyata ayahmu lah yang menembak kawanku itu, sosok yang mencintaimu. aku tahu ini dari kawanku. Ayahmu mungkin merasa berdosa membunuh manusia yang tak dinyana tak akan jadi malaikat. Maafkan kami Ra. Kawanku bukan malaikat, perlu kau ingat kawanku cuma manusia.
Kami minta maaf atas kelalaian kami atas kematian ayahmu dan kami juga meminta maaf atas kelalaian teman kami yang hanya ingin menyapamu. Mungkin bantuan kami ini adalah satu contoh bantuan terbusuk di dunia karena acapkali manusia tak perlu terbang jika hanya memberikan salam dan kado kecil sebagai tanda cinta. mencintai itu suatu kesalahan atau bukan kau yang menentukannya Ra. surat ini juga tanda secara tak langsung kami meminta maaf kepadamu karena kami tak ingin hidup dan meninggal nanti dengan penuh penyesalan.
MAAFKAN KAMI RA, semoga kau membaca surat ini, yang kami kirimkan tepat di hari ulang tahunmu bersama berjuta-juta bulu dari beratus-ratus burung yang sudah tak jadi sayap lagi karena kami tak ingin kau untuk terbang Ra, Bulu ini adalah bekas sayap dari orang yang mengagumimu. Bekas sayap yang membunuh ayahmu.
Mau kau rakit dan jahit kembali atau kau bakar berjuta-juta bulu dari beratus-ratus burung ini adalah keputusanmu sendiri Ra... sebagaimana kau meyakini cinta. Sebagaimana kau meyakini hatimu sendiri....

Lubuklinggau Ekpress

Diko Hartan 2013


Tidak ada komentar:

Posting Komentar